Guru Honor adalah Buruh Upah Murah

oleh Guru Anti-Otoritarian

Sejak kecil kita selalu mendengar seruan “profesi guru adalah profesi yang paling mulia”, “guru itu investasi akhirat”, hingga postulat “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Bagiku, semua itu adalah omong kosong, dan lubang pantat sejarah. Bicara soal masa lampau, aku hendak menghadirkan beberapa hal berkaitan dengan sejarah profesi guru. Sejauh penelusuranku, guru pertama di Dunia adalah Kung Fu Tze (551-478 SM). Asumsi ini berawal dari cara pandang Kung Fu Tze mengenai manusia ideal (Chun Tzu), sebagai guru, kita selalu dihadapkan dengan istilah “memanusiakan manusia”, konteks kesejarahan yang dapat kita ambil dari konsep manusia ideal Kung Fu Tze, nampaknya cukup relevan dengan huru-hara profesi guru pasca dikeluarkannya wacana Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU SISDIKNAS) yang gagal masuk ke dalam Porgram Legislasi Nasional Perubahan Prioritas 2023.

Kembali menilik cikal bakal profesi guru, Kung Fu Tze nampaknya berupaya mendedah keberadaan manusia (eksistensialisme). Berangkat dari cara pandang tersebut, kita mampu melihat bagaimana ia berupaya untuk melukiskan kebijaksanaan sebelum dirinya sendiri. Proses membentuk moral yang dilakukan Kung Fu Tze, berkaitan dengan tipe pendidikan khas Tiongkok, yakni moral yang berarti tingkah laku. Maka dalam proses pengembangan moral, bangsa Tiongkok erat kaitannya dengan latihan jasmani, dan kesehatan. Tujuan pendidikan era Kung Fu Tze adalah memelihara ketetapan yang sudah ada. Pokok pengajarannya adalah moralitas, sedangkan etika sesuai dengan tradisi kuno. Pendidikan berupaya mencetak calon pemimpin yang dapat memiliki pengatahuan kuno dan mengajarkannya terhadap rakyat. Tiongkok saat itu, masih terjebak dalam pengetahuan Kaisar adalah anak Dewa, maka kestabilan Kaisar merupakan tujuan pendidikan mereka. Salah satu nilai dari lima nilai persaudaraan yang fundamental, berbicara mengenai hubungan antara Pemerintah dan Rakyat, tak perlu diragukan lagi, pendidikan Tiongkok saat itu masih bernafaskan relasi tuan-budak.

Lulusan Sejarah Masa Depan Suram?

Pertanyaan yang sering dilayangkan oleh mahasiswa semester tiga adalah bagaimana mereka mampu menyambung hidup setelah lulus kelak. Sialnya, pertanyaan itu berlaku juga bagi mahasiswa yang baru aja lulus dari jurusan sejarah. Apalagi mereka yang lulus dari jurusan sejarah tanpa keahlian lain, merupakan pertanyaan sekaligus jawaban atas tantangan gig economy yang sedang ramai di Indonesia akhir-akhir ini.

Saya jadi ingat semasa kuliah dulu, satu angkatan bisa diisi sekitar sembilah puluh orang, dari jumlah yang banyak itu, sekitar sepuluh orang tidak melanjutkan studi, ada yang sejak awal semester, bahkan ada yang tidak punya niat untuk menyelesaikan studi. Beberapa dari mereka yang tidak menyelesaikan studi, memilih jalur lain guna bertahan hidup, ada yang bertahan sebagai relawan bencana, ada pula yang bertahan sebagai wiraswasta. Mereka yang memutuskan menyelesaikan studi, hampir sebagian besar dari mereka memilih bertahan hidup sebagai guru sejarah, sisanya sebagai pengajar sejarah di bimbingan belajar, penulis lepas, periset, jurnalis, kerja kantoran hingga kerja serabutan.

Continue Reading

Saya Bersama Mahasiswa UPI 2021 Menggugat, Kenapa?

Keprihatinan saya timbul ketika ramai di linimasa instagram story saya dengan unggahan dari akun (@)mahasiswaupi2021 yang masif diunggah teman-teman almamater saya. Menariknya, komentar, atau opini, atau mungkin ‘argumentasi’ di kolom komentar postingan akun tersebut cukup ramai diisi oleh kalimat pesimis, malah merujuk pada ‘cacian’ dan ‘makian’. Boleh jadi, hal tersebut menjadi bagian yang tak terlepaskan dari semangat revolusi Indonesia atas kolonialisme yang hadir setiap tanggal 17 Agustus. Entah apa yang ada di pikiran ‘senior’ (saya benci dengan diksi ini) mengenai masa orientasi atau lumrah disebut ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus), mari kita mundur sebentar mengingat kembali kapan pertama kali ospek hadir.

Dilansir dari Tirto.id (https://tirto.id/efMc) dalam novel legendaris Siti Nurbaya (1920), Marah Rusli menggambarkan Samsul Bahri diplonco sebagai calon pelajar sekolah dokter Jawa (STOVIA) di kota Batavia pada awal abad lalu. Mohamad Roem—yang sebentar jadi siswa STOVIA dan belakangan jadi ahli hukum mewakili Indonesia di perundingan Roem-Royen (1949)—punya catatan yang lebih rinci dalam tulisannya di Bunga rampai dari sejarah – Volume 3 (1983, hlm. 81). Ia menyebut di STOVIA memberlakukan masa perploncoan selama tiga bulan. Bukan masa yang sebentar, tentunya. 

Sedikit saja, kita sudah mampu menilik apa guna ospek hari ini, buatku unfaedah, tidak ada gunanya barang sedikit, ups sepertinya sebentar lagi banyak yang memaki saya, ha-ha-ha. Tapi, memang seperti itu adanya, di beberapa kasus, bahkan ketika saya menjadi mahasiswa baru di UPI tahun 2013 silam, tidak ada manfaat yang saya dapatkan, silahkan koreksi kalau saya luput satu atau beragam hal.

Mari kita mulai masuk ke pembahasan, mengapa saya mendukung gerakan Mahasiswa UPI 2021Menggugat, supaya lebih mudah dipahami, saya coba buat dalam bentuk poin. Oke, kita mulai saja.

Gugatan yang dilayangkan Mahasiswa UPI 2021 Menggugat cukup jelas, tidak ada yang lebay, bahkan sangat penuh dengan argumen politis, kok bisa? Begini teman-teman, mereka dengan sangat jelas menuliskan poin-poin dalam petisi di Change.org (bisa kalian akses melalui tautan berikut https://chng.it/nYxQKRjzQf). Saya coba kuliti satu per satu.

Continue Reading

Amerika Serikat dan Murray Bookchin

Sejarah mencatat bahwa manusia yang tinggal di kawasan sungai besar pada masa Mesir Kuno, Mesopotamia, India Kuno dan China Kuno menjadi pelopor bagi lahirnya peradaban tua berupa ilmu pengetahuan, teknologi pertanian, dan lain-lain (Supriatna, 2016, hlm. 107). Pada saat  itu alam dianggap sebagai bagian dari kehidupan manusia. Namun, relasi antara manusia dengan alam perlahan menghilang ketika manusia mulai merasakan kemajuan peradaban. Kemajuan ilmu fisika modern turut serta memberikan pengaruh mendalam pada hampir semua aspek kehidupan manusia. Fritjof Chapra melalui karya The Tao of Physics (1975, hlm. 17) menjelaskan:

Modern physics has had a profound influence on almost all aspects of human society. It has become the basis of natural science, and the combination of natural and technical science hasfundamentally changed the conditions of life on our earth, both in beneficial and detrimental ways. Today, there is hardly an industry that does not make use of the results of atomic physics, and the influence these have had on the political structure of the world through their application to atomic weaponry is well known … the influence of modern physics goes beyond technology. It extends to the realm of thought and culture where it has led to a deep revision in man’s conception of the universe and his relation to it.

Chapra mengeksplorasi cukup dalam mengenai kemajuan ilmu fisika modern, membuat manusia seakan kehilangan realitasnya yang merelasi dengan alam. Hal tersebut disebabkan oleh kehendak manusia dalam menciptakan pola industrial untuk menunjang kebutuhan hidup masyarakat modern. Sisi lain dari kemajuan teknologi bersandar dari perkembangan ilmu fisika modern adalah tidak memperdulikan keadaan lingkungan hidup, karena sifat dasar kapitalisme yang tamak.

Kemudian, dalam pandangan ilmu ekonomi, menurut Philip Sadler dan Robert Chernomas (dalam Raharjo, 2017) keadaan yang seperti ini akan menimbulkan post-scarsity economy, yaitu kondisi di mana barang-barang dapat diproduksi dengan mudah dan melimpah tanpa memerlukan tenaga kerja manusia sehingga harga barang menjadi sangat murah bahkan gratis. Hal ini berawal dari automasi pekerjaan menggunakan robot tanpa campur tangan manusia dan kehadiran self-replicating machines, yaitu robot yang mampu memperbaiki dan memproduksi robot lain dengan memanfaatkan sumber daya yang ada tanpa bantuan manusia. Dampak terburuk dari hal tersebut adalah terhapusnya sistem pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh manusia, suatu saat nanti setiap pekerjaan akan beralih menggunakan tenaga robot. Hal ini diperkuat pula oleh pendapat Stephen Hawking (Raharjo, 2017):

The automation of factories has already decimated jobs in traditional manufacturing, and the rise of artificial intelligence is likely to extend this job destruction deep into the middle classes, with only the most caring, creative or supervisory roles remaining.

Continue Reading

Merdeka Tanpa NKRI

Pelajaran sejarah mengajarkan kita tentang banyak hal, tetapi tidak ada yang lebih jelas selain fakta bahwa kita sering kali tidak menyadari bentuk-bentuk penindasan yang menjadikan kita sebagai korban, atau kadang-kadang agen, hingga dibutuhkan perjuangan sosial untuk membebaskan kesadaran dan pemahaman kita”. - Noam Chomsky (dalam pengantar untuk karya Rudolf Rocker, Anarko Sindikalisme).

Sebagai pelajar yang budiman, merayakan 17 Agustus sebagai hari sakral nampaknya cukup menggiurkan, selain terlihat heroik ketika turut serta dalam upacara bendera. Belum lagi merayakan 17 Agustus dengan semangat nasionalisme, nyatanya mampu membangkitkan gairah untuk hidup, di sisi lain nama-nama tak tertulis dalam lembar sejarah, tak pernah dikenang barang sebentar. Ternyata ada benarnya perkataan George Orwell, “nationalism is power hunger tempered by self-deception”.

Mari kita sama-sama menundukkan kepala, memberikan sisa-sisa tenaga kita untuk mendoakan mendiang Wiji Thukul, yang secara spontan mampu menghasilkan pusi fenomenal bertajuk Puisi Kemerdekaan, kalau boleh saya perkenalkan, begini bunyinya:

Kemerdekaan adalah nasi

Dimakan jadi tai

(Agustus 1982)

Continue Reading

HIMAS-UPI?

DK - Mempertanyakan HIMAS

…para manusia-unggul warisan Pekan Orientasi Mahasiswa/B-A-K-I-N tak pernah bubar, mewujud dalam nafas kultural/Persis wakil parlemen yang kau coblos dan kau tuntut bubar/…Persetankan argumentasi membakar bara masalah/Dengan kunci pembuka monopoli anti-argumen komprehensi satu bahasa/…Kehilangan amunisi, sakral adalah ambisi/Wadal modernisasi, program labelisasi Abu Jahal Distopia yang tak pernah sabar untuk menuai badai// – Puritan oleh Homicide (2006, Subciety Records).

Persis seperti apa yang tertuang dalam barisan diksi yang disusun rapi oleh Homicide di lagu Puritan, serupa itu pula kondisi Himpunan Mahasiswa Departemen Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia (HIMAS-UPI). Di tengah badai neo-liberal tancap gas Revolusi Industri 4.0, mahasiswa tingkat awal—lumrah disebut mahasiswa baru (maru)—masih berkutat dengan keabsahan berorganisasi a la romantisme kolonial yang penuh dengan omong kosong. Tepat enam tahun yang lalu, saya mengikuti proses kaderisasi yang penuh dengan memaksakan kehendak, dan omong kosong senioritas. Kalau saya tidak luput, masih bisa kawan-kawan baca di sini, di sini, dan di sini.

Enam tahun berlalu, kondisi HIMAS-UPI masih tak kunjung berubah. Apabila boleh mengandaikan hal yang tak serupa, Indonesia sudah jauh berubah. Negeri ini sudah mulai dikuasai oleh hantu Orde Baru dengan kemasan terbarukan, berdendang seruan #ReformasiDikorupsi di seantero Indonesia, namun menyedihkan memang, HIMAS-UPI masih serupa tinja di dalam selokan (bau, membusuk), dan lemah di bawah koalisi jahat komersialisasi pendidikan.

Pertanyaan-pertanyaan dalam kehidupan semakin terbarukan, penemuan-penemuan semakin masif. HIMAS-UPI masih sebatas penonton sepak bola yang siap membunuh jika papan skor tak sesuai selera, begitu mungkin apabila mesti saya tarik satu bait dalam lagu Puritan milik Homicide. Kembali saya ingatkan, tulisan ini sebatas mempertanyakan HIMAS-UPI, untuk apa kau tetap jaya sampai akhir masa, tatkala dunia telah berubah wujud, dan dirimu masih serupa manusia-unggul warisan orientasi mahasiswa?

Continue Reading

Di Balik Kain Katun yang Nyaman: Revolusi Industri, Amerika Serikat, dan Perbudakan

33387232.jpg.gallery

Pekerja di Pabrik Tekstil Lanchasire

oleh Wijaksono

Mengingat kembali perkataan Guru Sekolah Dasar mengenai sandang, pangan dan papan, membuat penulis tergugah untuk mencari tahu asal-usul dari sandang yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dari masa ke masa, terutama bagi keadaan ekonomi Inggris dan India, sandang ini adalah kain katun. Kain katun merupakan komoditas non-pangan yang cukup penting, karena katun mampu menunjang produktivitas manusia (termasuk Skreen and Sound). Setiap pekerjaan yang dilakukan manusia memerlukan kain katun, dari seorang pekerja tambang hingga pekerja kantoran atau pekerja cetak saring dan konveksi, pemimpin negara hingga pengangguran sekalipun. Ya, katun adalah primadona bagi seluruh umat manusia. Lalu, apa itu kain katun? katun dalam KBBI (online) adalah cita atau bahan pakaian yang dibuat dari benang kapas. Sebelum membahas lebih dalam mengenai katun, ada baiknya kita kembali ke masa lampau, melihat bagaimana kapas menjadi tanaman yang penting di dunia.

Tanaman kapas termasuk dalam genus Gossypium. Kapas adalah tumbuhan asli daerah tropis dan sub tropis, serta memiliki banyak spesies yang dibudidayakan di seluruh dunia. Kapas memiliki serat lembut dan terdapat biji di dalamnya. Serat ini bisa dipintal menjadi benang yang kemudian digunakan untuk membuat kain katun yang nyaman digunakan di iklim tropis yang hangat. Dari suatu hal yang sederhana pada peradaban kuno, kapas berubah menjadi sebuah komoditas industri modern yang vital bagi perekonomian dunia saat ini.

Continue Reading

Sejarah Singkat Institute for Social Ecology (ISE)

       Pengaruh pandangan ekologi sosial yang terus dikembangkan oleh Murray Bookchin, akhirnya menempatkan gagasan ekologi sosial dalam ranah akademik yang lebih mapan. Pada tahun 1974, Institute for Social Ecology (ISE) didirikan di Goddard College, Plainfield, Vermont, oleh seorang ahli antropologi budaya Daniel Chodorkoff dan Murray Bookchin. Bookchin yang berhasil mendirikan dan mengarahkan ISE yang kemudian memperoleh reputasi internasional untuk kursus lanjutannya dalam ekofilosofi, teori sosial, dan teknologi alternatif.  ISE mulai terlepas dari Goddard College pada tahun 1981, mendirikan kampusnya sendiri di sebauh peternakan di Plainfield (www.social-ecology.org/about/history/). ISE  telah terlibat dalam eksplorasi pendekatan ekologis terhadap prosuksi pangan, teknologi alternatif, dan desain perkotaan. Selain itu, ISE turut serta dalam Gerakan Anti-Nuklir pada tahun 1970-an, Gerakan Keadilan Global tahun 1990-an dan Gerakan Occupy untuk menantang nuclear power, global injustice dan unsustainable biotechnologies, sambil membangun komunitas alternatif berbasis partisipatori.

ISE sering menyelenggarakan seminar intensif pendidikan untuk memperdalam pemahaman para mahasiswa untuk memahami hubungan manusia dengan alam, gerakan demokrasi langsung, pergantian iklim, dan sejarah perkembangan politik kiri melalui program intensive. Selain itu, program ini membuat mahasiswa untuk membangun hubungan antara karya politik mereka dengan ground theory dari ekologi sosial. Atas dasar semangat tersebut, ISE telah menyelenggarakan seminar intensif untuk Occupy New York City, sambil mendorong pembangunan gerakan strategis yang sedang berjalan di New York.

Continue Reading

Kelahiran Seorang Yahudi-Russia Bernama Murray Bookchin

1988-antioch-mb

sumber foto Murray Bookchin

Murray Bookchin terlahir di tengah kehidupan liberal umat Yahudi, nenek nya Zeitel Carlat adalah seorang yang sekuler dan mengenyam pendidikan liberal sebagai bagian dari Haskalah—pencerahan bagi umat Yahudi. Mempelajari ilmu sains, matematika dan sastra, ia belajar menolak tradisionalitas agama Yahudi dan memiliih untuk menggunakan pakaian modern. Bahkan ia meremehkan bahasa Yiddish yang mendukung Rusia, bahasa oikumenis, bahasa Pushkins dan Nekrasov. Tumbuh sebagai sebuah harapan besar, Zeitel merasa bahwa dirinya akan menyaksikan era baru, di mana orang-orang Rusia akhirnya akan mencapai emansipasi. Sebagai seorang intelektual muda, ia membaca Alexander Herzen dan Nikolai Chernyshevsky dan menjadi narodovoltsy—sebutan bagi mereka yang mendukung kehendak masyarakat—atau menjadi populis revolusioner (Biehl, 2015, hlm. 13).

Pada tahun 1881, beberapa narodovoltsy merasa bahwa pemberontakan petani terlalu lambat. Pada bulan Maret, sekelompok dari mereka memutuskan untuk menyulut pemberontakan: mereka membunuh Tsar sang pembebas, Alexander II. Tetapi alih-alih membawa pergolakan revolusioner yang telah lama dinanti, tindakan teror ini membuat proses liberalisasi Rusia terhenti. Kaisar amat sangat murka kepada orang-orang Yahudi, menyalahkan mereka atas pembunuhan tersebut. Orang-orang Rusia yang marah melakukan pogrom—bahasa lain dari pembunuhan massal—di Shtetls (sebuah wilayah kecil bagi Yahudi di Eropa Barat). Tsar selanjutnya, Alexander III, menutup akses pendidikan bagi Yahudi dan melarang Yahudi untuk masuk dalam berbagai profesi, serta mengeluarkan keputusan represif yang tidak dapat ditolerir. Orang-orang Yahudi mulai beremigrasi ke Barat secara massal.

Continue Reading

PERANAN ORGANISASI SAREKAT ISLAM AFDEELING B DAN SAREKAT RAKYAT DI PRIANGAN TIMUR PADA TAHUN 1919-1927 DALAM PERGERAKAN NASIONAL

Oleh DWI NUR AKBAR W

 

Perubahan-perubahan yang telah terjadi dalam politik, ekonomi, dan susunan kelas mempengaruhi pula sifat dan bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia. Dahulu perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajah, yakni Belanda terutama merupakan pemberontakan kaum tani, bersifat lokal dan seringkali dipimpin oleh wakil-wakil bangsawan feodal daerah yang menginginkan kembali kekuasaan mereka. Pada awal abad ke-20 muncul organisasi-organisasi massa dan partai-partai politik yang menandakan kebangkitan Nasional rakyat Indonesia melawan penjajah akibat dari diberlakukannya Politik Etis di Indonesia. Gerakan nasional ini berbeda dengan gerakan nasional yang dulu terjadi di Eropa pada masa pertumbuhan kapitalisme. Nasion Indonesia lahir bukan pada masa kemenangan kapitalisme atau feodalisme di seluruh dunia, tetapi pada masa runtuhnya kapitalisme dunia, pada masa imperialisme dan revolusi proletar sedunia (Latif, 2014: 18). Gerakan nasional anti-imperialis di Indonesia merupakan salah satu pernyataan dari proses umum Kebangkitan Asia.

Akibat dari politik etis tersebut membawa keadaan Indonesia menuju kearah yang lebih baik. Mulai bermunculan kaum-kaum intelektual, baik yang bercorak liberalisme hasil dari politik etis hingga intelektual radikal hasil dari gerakan-gerakan revolusioner di Barat dan di Timur. Menyikapi proses liberalisme dalam kehidupan, ditambah kemunculan kaum-kaum intelektual pribumi, membantu proses berpikir ke arah revolusioner. Terbukti ketika perkumpulan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang melakukan studi di Belanda, membuat Perhimpunan Indonesia (PI). Kemudian, PI menggiring massa kembali pulang ke tanah air, dengan kembalinya mereka membawa angin segar dalam proses Indonesia menuju Kemerdekaan.

Continue Reading